Informasi Berita Aktual - Penanganan sampah oleh masyarakat, 69.88 % nya adalah dengan dibakar, dimana 51,08% dilakukan masyarakat perkotaan, 88,55% oleh masyarakat di pedesaan. Meski saya belum menemukan data terkini, kemungkinan angkanya belum bergeser jauh.
Padahal pengelolaan Sampah itu sudah ada aturannya, yaitu Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pada pasal 29 ayat 1 butir Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah
Pasal 12 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga dengan cara yang berwawasan lingkungan
Nah sudah ada aturannya. Pengawasan mungkin yang masih agak lemah. Memang diperlukan penegakan dan pengawasan secara aktif. Termasuk pengawasan partisipatif oleh masyarakat. Hal yang membutuhkan masyarakat yang sadar lingkungan dan proaktif, tentu saja.
Berikut 3 alasan kenapa masyarakat dilarang membakar sampah sembarangan di halaman versi saya,
1. Bahaya polutan yang ditimbulkan saat pembakaran sampah. Pelajaran sekolah dulu, katanya berbahaya bagi kesehatan. Konon sampah rumah tangga, sisa sayuran, bekas tebasan rumput yang termasuk bahan organik itu ketika dibakar yang bagian permukaan ketika dibakar menghasikan gas CO2 yang memberikan dampak peningkatan gas rumah kaca.
Sementara, sampah bagian dalam yang tidak terkena oksigfen akan menghasilkan gas Karbon monoksida (CO)) yang bila sering terhirup bisa menganggu fungsi Haemoglobin yang mengedarkan oksigen dalam darah.
Jika sampah mengandung juga bahan anorganik, misal bekas pembungkus mie isntan atau sisa botol minuman atau apapun yang terbuat dari bahan plastik disinyalir akan menghasilkan zat dioksin yang bisa menimbulkan kanker dan efek buruk pada manusia dan hewan.
Belum lagi jika bahan sampah tersebut bercampur lagi dengan bahan lain, namanya juga sampah, seperti sisa obat dan lain sebagainya, entahlah.
2. Menimbulkan penambahan asap di udara, bisa bertambah kabut asap yang membahayakan penerbangan dll. Ini jelas menambah isu lingkungan di daerah. Kalau ada kabut asap, event besar sekelas Asian Games bisa batal loh.
3. Menimbulkan kejengkelan tetangga. Apalagi yang seperti saya, bisa menimbulkan inspirasi sebab jengkel itu. Ketika bertetangga artinya saling menjaga tepo seliro, saya terpaksa menahan diri untuk rela dan pasrah mengangkat jemuran yang sudah bau asap.
Agak susah ketika sebagian besar tetangga lain anteng saja, tak mungkin saya sendiri yang bersuara tentang bahayanya membakar sampah di pekarangan.
Sebab belum semua masyarakat sadar dan memilki pemahaman yang cukup tentang lingkungan bersih dan sehat. Tak cukup bersih saja, bersih halaman, bersih selokan, aman dari praktek pembakaran sampah sembarangan juga diperlukan.
Halaman memang halaman anda, tapi ketika anda bakar sampah di halaman anda kan asapnya bergerak melintasi halaman anda, merangsek ke udara dan menyebar kemana-mana dibawa angin. Menghadiahi bau asap, mungkin juga bahaya polutan ke tetangga. Tetapi, di luar masalah bakar sampah ini para tetangga saya ini adalah tetangga yang baik.
Termasuk si tetangga yang gemar bakar sampah ini, beliau tetangga yang baik. Mungkin pemahaman tentang peraturan pengelolaan sampah dan bahaya bakar sampah sembarangan saja yang kurang.
Begitulah. Mungkin tak terjadi di lingkungan kawan-kawan, syukurlah. Bila terjadi, ya marilah kita masyarakat sadar lingkungan, termasuk sadar untuk tidak membakar sampah sembarangan di halaman. Tidak ada cara yang paling ampuh selain advokasi dan sosialisasi yang melibatkan masyarakat secara aktif.
Butuh waktu memang, tunggulah. Pada saat tepat mau saya ruqyah, eh motivasi campur advokasi tetangga saya ini, hiks gayanya. Ya iyalah. Siapa bilang tinggal di kawasan sub urban harus berpikiran ndeso, harus melek dong.
Masalah bakar sampah sembarangan memang banyak terjadi di banyak kawsan di Indonesia sebagaimana data BPS di atas. Perlu motivasi tentang perlunya menjaga lingkungan dari masyarakat. Pengelolaan lingkungan dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Omong apa ini, wew. Sungguh, ini keinginan nyata kawan, bukan fiksi.
Salam kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam tidak membakar sampah sembarangan.
Baca Juga : Menikmati Kelezatan Makanan Khas Minang | Agen Poker
Baca Juga : Pria Pengangguran Curi Taksi, Malah Masuk Markas TNI | Agen Poker
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.